Biografi Vincent Van Gogh Serta Awal Karir, Masa Puncak, Karya Seni, Dan Lukisannya
Vincent van Gogh adalah seniman besar asal Belanda yang terkenal karena melukis diluar konteks fisik dan emosional melalui marka kuasnya yang meliuk-liuk. Ia juga dikenal akan kisah tragisnya yang tidak mendapatkan apresiasi yang sebagaimana mestinya hingga ia meninggal dunia. Belum lagi, kematiannya yang banyak menyimpan misteri juga semakin menambah kisah sendunya. Seperti belum cukup tragis, Van Gogh juga jatuh miskin karena tidak berhasil menjual karyanya dan menderita gangguan jiwa sepanjang karir melukisnya.
Namun semua itu tidak menghalanginya untuk terus menelurkan mahakarya. Ia tidak berhenti melukis dan terus produktif selama 10 tahun hingga akhir hayatnya. Oleh karena itu, rasanya amat disayangkan apabila kita tidak menelusuri kisahnya. Bukan hanya dari sensasionalismenya kisahnya saja, namun kita juga dapat memetik banyak pelajaran berharga, baik dari sisi artistik, maupun dari kehidupannya secara umum sebagai seniman. Berikut adalah biografi yang dilengkapi juga oleh beberapa contoh karya & analisisnya dari maestro dunia, Vincent Van Gogh.
Biografi Vincent Van Gogh
Vincent Van Gogh lahir di Belanda pada 30 Maret 1853 dan merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari keluarga yang relijius di Belanda Selatan. Ayahnya, Theodorus Van Gogh, adalah seorang pendeta dan ibunya, Anna Cornelia Carbentus, adalah putri dari seorang penjual buku. Dari sejak kecil Van Gogh memiliki mood atau suasana hati yang tidak stabil. Dia tidak menunjukkan bakat seni-nya selama masa kanak-kanak, ia juga tidak begitu berhasil di sekolah. Pada 1868, ia meninggalkan sekolah dan tidak pernah kembali untuk mendapatkan pendidikan formal.
Awal Karir
Pada tahun 1869, Vincent Van Gogh magang di dealer seni internasional Goupil & Cie Paris dan akhirnya diterima bekerja untuk ditempatkan di kantor cabang Den Haag. Disana Vincent cukup sukses dalam karirnya sebagai art dealer dan bekerja di perusahaan tersebut selama hampir satu dekade. Pada tahun 1872, Van Gogh mulai berkirim surat dengan adiknya Theo Van Gogh. Surat-menyurat dengan adiknya itu kemudian berlanjut hingga akhir hayat Vincent. Theo sendiri akhirnya mengikuti jejak kakaknya sebagai penjual barang-barang seni. Sementara itu Vincent dipindahkan ke kantor Goupil & Cie cabang London. Disaat itu pula, Vincent mengalami depresi dan menjadi pribadi yang relijius.
Van Gogh kemudian meninggalkan pekerjaannya di Goupil’s dan memutuskan untuk tinggal dan bekerja di Gereja. Meskipun Van Gogh mengalami kesulitan finansial Ia malah menyerahkan harta miliknya kepada para penambang batu bara setempat. Sayangnya kehidupannya sebagai seorang pastur tidak bertahan lama. Gereja memecatnya karena Vincent dianggap terlalu obsesif terhadap imannya. Pada tahun 1880, Vincent Van Gogh memutuskan untuk mencoba menjadi seorang seniman dan berharap masih dapat menjadi pelayan Tuhan lewat profesi itu. Kesulitan ekonomi Van Gogh makin memburuk, namun Theo selalu membantunya dengan mengiriminya sejumlah uang untuk bertahan hidup. Theo kemudian secara finansial terus mendukung Vincent disepanjang kariernya, karena ia tidak berhasil menghasilkan uang dari lukisannya.
Karena kemiskinannya yang semakin tidak tertolong, pada tahun 1881 Vincent Van Gogh memutuskan untuk pulang ke rumah bersama orang tuanya. Disana ia terus mengasah kemampuan melukisnya secara otodidak. Dengan dukungan finansial Theo, Van Gogh menyewa sebuah studio di Den Haag dan belajar di bawah arahan Anton Mauve, seorang seniman terkemuka dari Aliran seni Den Haag. Mauve memperkenalkan Van Gogh pada karya-karya pelukis Prancis Jean-François Millet, yang dikenal karena aliran realismenya yang mengambil subjek kehidupan para kaum buruh dan petani. Kemudian gaya Millet juga mempengaruhi karya Van Gogh di masa ini.
Kematangan Artistik
Pada tahun 1884, setelah pindah ke Nuenen, Belanda, Van Gogh tak pernah berhenti berkarya dan terus bertekad untuk menjadi pelukis realisme seperti Millet. Meskipun keahliannya sebagai pelukis makin terasah, kehidupan ekonominya masih saja belum mebaik. Van Gogh sempat menuduh Theo tidak berusaha cukup keras untuk menjual lukisan-lukisannya. Theo sendiri menjawabnya dengan alasan aliran lukis Vincent sudah kurang diminati, karena pada saat itu aliran Impresionis-lah yang sedang naik daun. Kehidupannya yang masih tak kunjung membaik itu diperburuk dengan meninggalnya Ayah Van Gogh karena stroke.
Van Gogh meninggalkan Belanda untuk terakhir kalinya pada tahun 1885 dan sempat mendaftarkan diri ke Akademi Seni Murni Antwerpen di Belgia. Disana ia bertemu dengan seniman yang ikut memberi pengaruh pada karyanya: Peter Paul Ruben. Namun lagi-lagi ia tidak begitu tertarik dengan kehidupan akademik dan memutuskan untuk pergi ke Paris. Vincent Van Gogh tinggal bersama Theo di Montmartre, distrik seniman di Paris utara dan belajar dibawah tuntunan Fernand Cormon, yang memperkenalkan Vincent ke para Seniman Impresionis. Pengaruh seniman seperti Claude Monet, Camille Pissarro, Edgar Degas, dan Georges Seurat kemudian melekat pada karya Vincent Van Gogh. Tekanan dari Theo untuk menjual lukisannya juga ikut memotivasi Van Gogh dalam mengadopsi palet impressionist yang lebih terang dan berwarna.
Pada saat itu juga Van Gogh mulai terobsesi dengan gaya grafis cetak Jepang. Ia mengoleksi bahkan mengkurasi pamerannya di Paris. Pada akhir 1887, Van Gogh menyelenggarakan pameran yang memuat karyanya sendiri dan rekan-rekannya: Emile Bernard, Henri de Toulouse-Lautrec. Pada awal 1888, karyanya mulai menarik perhatian dan berhasil dipamerkan bersama dengan para tokoh Neo Impresionis: Georges Seurat dan Paul Signac di Salle de Repetition of Teater Libre d’Antoine.
Masa Puncak Artistik
Karya-karya Van Gogh yang paling terkenal diciptakan selama dua tahun terakhir dalam hidupnya. Selama musim gugur dan musim dingin tahun 1888, Vincent Van Gogh dan Paul Gauguin tinggal dan bekerja bersama di Arles Perancis. Van Gogh menyewa empat kamar sekaligus di 2 Place Lamartine, yang dijuluki “The Yellow House” untuk studionya. Langkahnya tersebut dimulai sebagai rencana untuk membuat komunitas seniman baru di Arles sebagai alternatif Paris. Gauguin dan Van Gogh mengembangkan konsep warna simbolis sebagai ekspresi emosi dan batin agar tidak terus bergantung ke alam seperti aliran-aliran seni sebelumnya.
Meskipun produktivitasnya luar biasa, Van Gogh menderita ketidakstabilan mental, termasuk epilepsi, delusi, dan gangguan bipolar. Gauguin pindah ke Tahiti untuk menghindari perilaku Van Gogh yang semakin tidak menentu. Ia pergi diam-diam setelah perkelahian sengit dengan Van Gogh yang mengancamnya menggunakan pisau cukur. Pisau itu kemudian justru digunakan untuk memotong telinga kanannya sendiri. Pada tanggal 8 Mei 1889, setelah merasa kondisi mentalnya kian memburuk, Van Gogh dengan sukarela menyerahkan dirinya ke sebuah institusi psikiatri di Saint-Remy, dekat Arles. Minggu-minggu berlalu dan kesehatan mentalnya lebih stabil hingga Vincent Van Gogh diizinkan untuk melanjutkan melukis.
Periode ini menjadi salah satu masa yang paling produktif. Van Gogh menciptakan lebih dari 100 karya di Saint-Remy, termasuk karyanya yang paling terkenal Starry Night (1889). Klinik dan taman disekitarnya menjadi subjek lukis utamanya. Sapuan kuas yang dinamis dan berputar-putar serta palet kaya warna yang menjadi ciri khasnya semakin berkembang disini. Semasa perawatan di klinik, Van Gogh membenamkan dirinya dalam pengalaman lingkungan sekitar. Kemudian menciptakan kembali berbagai dari ingatan pepohonan dan flora lain yang mengisi taman klinik. Kondisi mentalnya pun semakin membaik hingga akhirnya dia diperbolehkan pulang.
Kematian
Tak lama setelah meninggalkan klinik, Van Gogh pindah ke utara Auvers-sur-Oise di luar Paris dibawah perawatan seorang dokter yang merangkap sebagai seniman amatir, Dr. Gachet. Gachet memotivasi Van Gogh untuk terus melukis sebagai bagian dari terapi lanjutan untuk kesembuhan mentalnya. Vincent Van Gogh tentunya dengan senang hati menjalankannya. Ia dengan penuh semangat melukis berbagai lingkungan dan pemandangan di Auvers. Vincent menyelesaikan sekitar satu lukisan dalam sehari selama bulan-bulan terakhir hidupnya. Namun, setelah Theo mengungkapkan rencananya untuk membangun bisnis sendiri dan menjelaskan bahwa bantuan finansialnya akan menipis untuk sementara waktu, depresi Van Gogh kambuh lagi. Pada tanggal 27 Juli 1890, dia berjalan ke ladang gandum di sekitar Auvers dan menembak dirinya sendiri di dada dengan pistol. Meskipun Van Gogh belum mati dan berhasil berjuang kembali ke kamarnya, luka-lukanya tidak dirawat dengan benar dan dia meninggal dua hari kemudian.
Theo bergegas untuk berada di sisi saudara laki-lakinya selama jam terakhirnya dan berkata bahwa kata-kata terakhir Vincent Van Gogh adalah: “Kesedihan ini akan bertahan selamanya.” Kesedihan itu diperdalam dengan kematian Theo yang menyusulnya tidak lama setelah kematian Vincent. Theo didiagnosis menderita kelumpuhan progresif yang dini. Pada tanggal 1 Desember catatan medisnya menegaskan bahwa ia menunjukkan gejala dementia paralytica, penyakit otak. Penyebabnya disebutkan oleh “faktor keturunan, penyakit kronis, terlalu banyak bekerja, atau kesedihan mendalam dan depresi”. Dia meninggal pada 25 Januari 1891. Kemudian surat-menyurat antara Vincent Van Gogh dan Theo menjadi salah satu dokumentasi terpenting bagi kisah mereka berdua. Selama masa hidupnya Van Gogh tidak mendapatkan apresiasi yang semestinya, hanya satu lukisan yang berhasil terjual selama hidupnya. Baru setelah ia meninggal dunia karya-karyanya mulai bergema. Bahkan hingga masa kini sempat berkali-kali menjadi salah satu karya seni termahal di dunia.
Karya seni Vincent Van Gogh
Vincent Van Gogh adalah seniman yang sangat produktif dan menghasilkan 900 lukisan selama masa hidupnya. Lukisannya sendiri terdiri dari dua aliran utama dan banyak seri. Seri-seri lukisan Vincent Van Gogh mencakup: potret, potret diri, ladang gandum, bunga, pepohonan, pemandangan dan sebagainya.
Aliran Seni Lukis Vincent Van Gogh
Aliran seni lukis Vincent Van Gogh yang paling dikenal adalah post-impressionism/paska impresionisme atau Neo Impresionism tepatnya. Ia adalah salah satu pionir yang memberikan pengaruh pada banyak aliran lain yang menyusul: neo Impresionisme, fauvism, dll. Meskipun awal karirnya dimulai dengan mengusung aliran realisme. Van Gogh juga dapat dikatakan mengusung aliran Ekspresionisme, salah satu aliran yang dipayungi oleh Paska Impresionisme dan bersifat menonjolkan ungkapan dari dalam jiwa, bukan sekedar gambar representatif alam.
Aliran Seni Post-Impresionism / Paska Impresionisme
Aliran Post-Impressionism mencakup berbagai gaya artistik yang berbeda yang masih memiliki motivasi umum untuk merespon gerakan Impresionisme. Variasi ini berkisar dari Neo-Impresionisme yang berorientasi pada kajian ilmiah dari Georges Seurat sampai Simbolisme Paul Gauguin, namun semuanya masih terkonsentrasi pada visi subjektif senimannya sendiri. Gerakan ini mengantarkan pada era di mana lukisan melampaui peran tradisionalnya sebagai jendela dokumentasi dunia. Sebaliknya aliran Post-Impresionism menjadi jendela ke dalam pikiran dan jiwa seniman. Dampak estetika yang luas dari kaum Post-Impresionis mempengaruhi kelompok-kelompok yang muncul selama pergantian abad ke-20, seperti para Ekspresionis, serta aliran-aliran lain yang lebih kontemporer, seperti Seni Feminis yang masih mencakup perwujudan identitas.
Ciri dan Gagasan Aliran Post Impressionism
Makna simbolis dan ekspresi pribadi sangat penting bagi Post-Impressionists seperti Paul Gauguin dan Vincent van Gogh. Mereka menolak menggambarkan dunia berdasarkan pengamatan yang hanya kasat mata saja. Mereka lebih melihat ke ingatan, dan ekspresi emosi mereka sendiri untuk terhubung dengan pemirsa pada tingkat yang lebih dalam. Struktur, ketertiban, dan efek optis dari warna yang saling berderetan mendominasi visi estetika Post-Impresionis seperti Paul Cézanne, Georges Seurat, dan Paul Signac.
Mereka mengandalkan keterkaitan warna dan bentuk untuk menggambarkan dunia di sekitar mereka. Meskipun diselimuti oleh berbagai gaya individual yang berbeda, sebagian besar Post-Impresionis berfokus pada bentuk dan pola marka kuas abstrak dalam aplikasi cat ke permukaan kanvas. Kecenderungan awal mereka menuju abstraksi membuka jalan bagi eksplorasi abstrak modern yang terjadi pada awal abad ke-20.
Lukisan Van Gogh dan Analisisnya
The Potato Eaters (1885) Analisis, Deskripsi & Penafsiran
Pemakan kentang (The Potato Eaters) sering dianggap sebagai mahakarya pertama Van Gogh. Dilukis saat tinggal di antara para petani dan buruh di Nuenen di Belanda, Van Gogh berusaha untuk menggambarkan orang-orang dan kehidupan mereka dengan jujur. Vincent Van Gogh memperlihatkan kondisi hidup para petani yang kurang sejahtera dengan warna yang gelap. Dia menampilkan adegan itu dalam palet yang hampir monokrom, pucat dan kurang menggugah mata. Layaknya kehidupan petani yang hanya mampu untuk menyantap kentang saja untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupannya. Potret mereka tampak sudah tua dan lemah lalu dibandingkan dengan hanya satu orang yang masih muda itupun wajahnya tidak tampak.
Penggambaran tersebut di dramatisir lagi oleh penggambaran keluarga petani yang berkumpul di di meja makan dan satu sumber cahaya dari lentera kecil yang memberi penerangan minim. Kentang yang tersediapun terhitung sedikit untuk jumlah keluarga mereka. Meskipun lukisan ini adalah salah satu penciptaan terbaiknya, karya ini tidak dianggap berhasil atau diapresiasi sebagai mana mestinya hingga kematian Van Gogh. Pada saat karya ini dilukis, Impresionis telah mendominasi pasar seni dunia. Tidak mengherankan bahwa Theo, merasa tidak akan mampu untuk menjual lukisan ini pada periode penciptaannya. Namun, karya ini tidak hanya menunjukkan kehebatan Van Gogh membuat adegan yang emosional, tetapi juga mulai membangun gagasan yang akan Van Gogh gunakan sepanjang karirnya.
Café Terrace At Night (1888) Analisis, Deskripsi & Penafsiran
Lukisan ini merupakan salah satu pemandangan pertama yang dilukis oleh Vincent Van Gogh selama berada di Arles. Nightscene (pemandangan berlatar malam hari) ini menggunakan warna dan nada/tone yang kontras. Cahaya yang dilukiskan pada dinding kafe benar-benar kontras dengan latarnya. Komposisinya secara keseluruhan menunjuk pada satu point interest yang tidak hanya berada pada satu objek, melainkan sepanjang kafe dan trotoar jalan.
Meskipun perspektif yang disusun tampak naif, Van Gogh membuat eye leading yang memberikan efek yang lebih dramatis dibandingkan dengan perspektif yang akurat. Pemerhati seakan diajak untuk berjalan-jalan sepanjang trotoar yang tampak mengagumkan di malam hari itu. Kafe tersebut masih ada hingga saat ini dan merupakan tujuan utama bagi penggemar van Gogh yang mengunjungi Prancis. Ia pernah menulis surat mengenai lukisan ini pada saudara perempuannya. Vincent menulis, “Aku melukis lukisan malam tanpa warna hitam yang digantikan oleh warna biru dan ungu yang indah. Warna hijau disekitarnya diterangi oleh sedikit warna kuning belerang dan hijau lemon. Sangat menyenangkan sekali untuk melukis malam hari di tempat…”
Selain terpengaruh oleh palet impresionis ia juga dengan sengaja untuk melukis pemandangan malam tersebut tanpa cat hitam. Ia ingin menunjukan betapa indahnya tempat itu meskipun disaat malam yang gelap. Keramaian penduduk sekitar yang masih ramai meskipun di malam hari juga menjadi sorotan utama Van Gogh pada lukisan ini.Dilukis langsung di jalanan pada malam hari, Van Gogh menciptakan kembali gambar berdasarkan dari pengamatannya, praktik yang diwarisi dari para Impresionis. Namun, tidak seperti Impresionis, ia tidak merekam adegan hanya karena matanya mengamati, tetapi mengilhami gambar dengan nada spiritual dan psikologis yang menggemakan reaksi pribadinya. Sapuan kuasnya menunjukan kegembiraan dan kesenangan yang dialami Van Gogh saat melukis karya ini.
Starry Night (1889) Analisis, Deskripsi & Penafsiran
Lukisan Starry Night sering dianggap sebagai pencapaian puncak dari Van Gogh. Tidak seperti kebanyakan karyanya, Starry Night dilukis dari ingatan dan tidak berdasarkan referensi alam. Penekanan pada kehidupannya yang emosional sangat jelas dalam penggambaran langitnya yang bergolak dan liar. Meskipun begitu di karya ini, Van Gogh mengikuti prinsip seni dan komposisi yang sangat rapi. Berbagai bentuk dan marka kuas didistribusikan di seluruh permukaan kanvas dalam urutan yang tepat untuk menciptakan asas keseimbangan dan menghasilkan ketegangan dari kontras yang terjadi. Ia seakan menggabungkan praktis seniman yang berpendidikan formal namun mengemasnya dalam gaya yang naif. Di lukisan ini juga tampak jelas bahwa dia melukis menggunakan marka kuasnya, bukan menggunakan kuas untuk meniru-nirukan alam.